Senin, 31 Oktober 2011

SEJARAH PECINTA ALAM

Jika saja kita mau melihat ke masa lalu sebetulnya sejarah manusia erat hubungannya dengan alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia masih berburu dan mengumpulkan makanan (meramu), alam adalah tempat tinggal mereka, tempat mereka bergantung dan hidup. Jajaran pegunungan adalah tempat mereka bersandar, lembah padang rumput merupakan tempat mereka berbaring, sungai adalah tempat mereka melepaskan dahaga, dan goa-goa adalah tempat mereka berlindung dari sengatan matahari dan terpaan hujan. Akan tetapi setelah manusia menemukan kebudayaan dan teknologi, alam menjadi seperti barang aneh dan selalu di eksploitasi. Manusia mulai mendirikan bangunan untuk mereka berlindung, manusia mulai menciptakan barang-barang untuk mendapatkan kemudahan dalam hidup mereka walau mereka tak menyadari barang-barang tersebut dapat mencemari alam. Manusia juga menciptakan gedung-gedung bertingkat untuk mengangkat kepala mereka dan menonjolkan keegoisan mereka, hingga pada akhirnya manusia dan alam mengukir sejarahnya sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu dan saling menghormati kembali, maka saat itulah Sejarah Pecinta Alam dimulai:


Pada sekitar tahun 1492 sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 m) di kawasan Vercors Massif. Waktu itu belumlah terlalu jelas apakah mereka ini tergolong sebagai para pendaki gunung yang pertama. Namun beberapa dekade kemudian orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di pegunungan Alpen adalah para pemburuchamois (sejenis kambing gunung). Mungkin saja mereka ini para pemburu yang mendaki gunung, namun inilah pendakian gunung tertua yang pernah dicatat dalam sejarah. Pada sekitar tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dapat dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di Perancis. Lalu pada tahun 1852 puncak Everest setinggi 8840 meter diketemukan. Orang-orang Nepal menyebutnya Sagarmatha atau menurut orang Tibet menyebutnya Chomolungma. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itulah pendakian ke atap-atap dunia semakin ramai.


Di Indonesia sendiri sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan “Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju” di Papua. Nama orang Eropa ini dikemudian hari digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yaitu Puncak Carstensz. Pada tanggal 18 Oktober 1953 di Indonesia berdiri sebuah perkumpulan yang diberi nama “Perkumpulan Pentjinta Alam” (PPA). PPA merupakan perkumpulan hobby yang dimaksudkan sebagai suatu kegemaran positif terlepas dari sifat maniak yang semata-mata ingin melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Perkumpulan ini bertujuan mengisi kemerdekaan dengan kecintaan terhadap negeri ini selepas masa revolusi yang diwujudkan dengan mencintai alamnya serta memperluas dan mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Awibowo, salah satu pendiri perkumpulan ini mengusulkan istilah pecinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi.”Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini ?.” Satu kegiatan besar yang pernah diadakan PPA adalah pameran tahun 1954 dalam rangka ulang tahun kota Jogja, mereka membuat taman dan memamerkan foto kegiatan. Mereka juga sempat merenovasi Argodumilah (tempat melihat pemandang di desa Patuk) tepat di jalan masuk Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta. PPA juga sempat menerbitkan majalah “Pecintja Alam” yang terbit bulanan. Namun sayang perkumpulan ini tidak berumur lama, penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung hingga akhirnya pada tahun 1960PPA dibubarkan.


Sejarah pecinta alam kampus di Indonesia dimula pada era tahun 1960-1970 an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan dikeluarkannya SK 028/3/1978 tentang Pembekuan Total Kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan Konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan mula-mula pendirian Pecinta Alam kampus dikemukakan oleh Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964 ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah bekerja bakti di TMP Kalibata. Sebetulnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pecinta alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 diPuncak Gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak hanya terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah melalui seleksi yang ketat, namun sayangnya organisasi ini mati pada usianya yang kedua. Setelah berbincang – bincang selama kurang lebih satu jam semua yang hadir antara lain : Soe Hok Gie, Maulana, Koy Gandasuteja, Ratnaesih (kemudian menjadi Ny. Maulana), Edhi Wuryantoro, Asminur Sofyan Udin, D armatin Suryadi, Judi Hidayat Sutarnadi, Wahjono, Endang Puspita, Rahayu,Sutiarti (kemudian menjadi Ny. Judi Hidayat)sepakat untuk membicarakan gagasan tadi pada keesokan harinya di FSUI.


Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, di depan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut ditambah Herman O. Lantang yang saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu


IMPALA singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam. Setelah pendapat ditampung akhirnya diputuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan dengan membahas kapan dan dimana IMPALAakan diresmikan. Akan tetapi setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mahalum yaitu Drs. Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata juga menaruh minat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar merubah namaIMPALA menjadi MAPALA PRAJNAPARAMITA. Nama ini diberikan oleh Bpk. Moendardjito karena menggangap nama IMPALA terlalu borjuis. MAPALAmerupakan singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam, selain itu MAPALA juga memiliki arti berbuah atau berhasil. Dan PRAJNAPARAMITA berarti dewi pengetahuan. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat perlindungan dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari oleh faktor politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi. Sampai akhirnya diresmikanlah organisasi ini pada tanggal 11 desember 1964 dengan peserta mencapai lebih dari 30 orang.


Dalam tulisannya di Bara Eka (13 Maret 1966), Soe Hok Gie mengatakan bahwa,“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik.” Para mahasiswa itu diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, mencoba menghargai dan menghormati alam dengan menapaki alam mulai dari lautan hingga ke puncak-puncak gunung. Mencoba mencari makna akan hidup yang sebenarnya dan mencoba membuat sejarah bahwa manusia dan alam sekitar mempunyai kaitan yang erat. Sejak saat itulah Pecinta Alam merasuk tak hanya di kampus melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bilik rumah ibadah, lorong-lorong bahkan ke dalam jiwa-jiwa bebas yang merindukan pelukan sang alam.

Salam Rimba Lestari

Kamis, 06 Oktober 2011

Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal

Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.

Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Transparansi dan Akuntabilitas Kebijakan Moneter

Transparansi
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.

Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.


Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
d. Siaran Pers Kebijakan Moneter (link BI Rate)

Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.

Cara Bekerjanya Kebijakan Moneter


Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.  Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi.  Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter.  Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.

Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi.  Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat.  Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi.  Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah.  Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.   

Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.  Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.  Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri.  Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat  pengembalian yang lebih tinggi.  Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.  Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.

Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset.  Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. 

Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).  Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi.  Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag).  Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain.  Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat.  Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter.   Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat.  Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu.  Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi  sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.

Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia


Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate). Dalam tataran operasional, BI Rate tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter. Sejak 9 Juni 2008, BI menggunakan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB)1 overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.

Agar pergerakan suku bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui pelaksanaan operasi moneter (OM).
Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga PUAB o/n.  Sementara instrumen Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah  (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia, sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank.

Grafik Kerangka Operasional Kebijakan Moneter
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/ABB75AD8-9678-4670-8BB5-7314ABED01B6/23690/kerangka_om_small1.gif

Keterangan :

PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu Bank dengan Bank Lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi  PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun, namun pada praktiknya mayoritas transaksi PUAB berjangka waktu kurang dari 3 bulan.

Operasi Moneter : Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan bagian dari kegiatan Operasi Moneter (OM) yang berfungsi untuk mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga di PUAB. OPT terdiri dari 2 jenis, yaitu:


1. OPT Absorpsi

OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang turun tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT absorpsi ini adalah (i) Lelang SBI, (ii) Term Deposit, (iii) SBN outright jual, (iv) Reverse Repo SBN serta (v) sterilisasi valas dengan menjual USD/IDR ataupun melakukan swap jual USD/IDR.


2. OPT Injeksi

OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang naik tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi ini adalah (i) Repo, (ii) SBN outright beli serta (iii) sterilisasi valas dengan membeli USD/IDR ataupun melakukan swap beli USD/IDR.

Jenis Instrument OPT Dan Dampaknya Terhadap Likuiditas 
Instrumen dan Keterangan
Absorpsi Likuiditas
Injeksi Likuiditas
Penerbitan SBI
Term Deposit
Reverse Repo SBN
Penerbitan SBIS
Intervensi FX (Spot jual USD dan SWAP beli)
Repo
Intervensi FX (Spot beli USD dan SWAP jual)
Dampak likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Menambah likuiditas
Menambah likuiditas
Frekuensi transaksi
Berkala
Sewaktu-waktu
Sewaktu-waktu
Berkala
Sewaktu-waktu
Sewaktu-waktu
Sewaktu-waktu
Jangka waktu
1 bln s.d. 12 bln (dinyatakan dalam hari)
1 hari s.d. 12 bln (dinyatakan dlm. hari)
1 hari s.d. 12 bln (dinyatakan dlm. hari)
1 hari s.d. 12 bln (dinyatakan dlm. hari)
Untuk Transaksi SWAP s.d 12 bln
1 hari s.d. 12 bln (dinyatakan dlm. hari)
Untuk Transaksi SWAP s.d 12 bln
Nominal pengajuan minimal
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt
Rp1.000jt

Rp1.000jt

Nominal kelipatan
Rp100jt
Rp100jt
Rp100jt
Rp100jt

Rp100jt

Mekanisme transaksi
Lelang VRT
Lelang VRT dan/ atau FRT
Lelang VRT
Lelang (non kompetitif)

Lelang VRT dan/ atau FRT

Setelmen
s.d. T + 1
s.d. T + 1
s.d. T + 1
T + 0
T + 2
s.d. T + 1
T + 2
Peserta
Bank Konvensional
Bank Konvensional
Bank Konvensional
Bank Syariah/ UUS
Bank Konvensional
Bank Konvensional
Bank Konvensional

Keterangan : 

- VRT (Variable Rate Tender)
- FRT (Fixed Rate Tender)
- FX (foreign exchange)
- SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
- SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
- SUN (Surat Utang Negara)


Operasi Moneter :Standing Facilities
Penyediaan Standing Facility (SF) merupakan bagaian dari kegiatan OM yang berfungsi untuk membentuk koridor suku bunga PUAB o/n.
Seperti halnya OPT, standing facilities juga terbagi 2, yaitu:
  1. Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility), yaitu fasilitas bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan cara merepokan SBI/SUN/SBN yang dimilikinya kepada Bank Indonesia; dan
  2. Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility), yaitu fasilitas bagi bank yang memiliki kelebihan likuiditas dengan cara menempatkan dana yang dimilikinya kepada Bank Indonesia.
Sebagaimana diatur dalam undang-undang Bank Indonesia, maka operasi moneter juga dapat dilakukan melalui mekanisme syariah, seperti yang tergambar pada kotak area warna hijau.

Instrumen Operasi Pasar Terbuka
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/92F7E04C-99B6-4E28-A1F3-B5C439BE1AA3/21170/gbr_instrumen_opt.gif

Instrumen Standing Facilities
Instrumen dan Keterangan
Penempatan Dana
Penyediaan Dana
Deposit Facility
FASBIS
Lending Facility
Repo SBIS/SBSN
Dampak likuiditas
Mengurangi likuiditas
Mengurangi likuiditas
Menambah likuiditas
Menambah likuiditas
Frekuensi transaksi
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Setiap hari kerja
Jangka waktu
overnight
overnight
overnight
overnight
Nominal pengajuan minimal
Rp1.000jt
Rp1.000jt
-
-
Nominal kelipatan
Rp100jt
Rp100jt
1 unit surat berharga
1 unit surat berharga
Mekanisme transaksi
FRT
FRT
FRT
FRT
Setelmen
T + 0
T + 0
T + 0
T + 0
Suku bunga
BI Rate – 150bps
BI Rate – 150bps
BI Rate + 100bps
BI Rate + 100bps
Peserta
Bank
Bank
Bank
Bank
Keterangan : FASBIS (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah)


KRITERIA COUNTERPARTIES DALAM RANGKA OPERASI MONETER BANK INDONESIA
Pihak yang dapat menjadi counterparty Bank Indonesia dalam pelaksanaan operasi moneter di pasar keuangan domestik, baik yang melibatkan transaksi rupiah maupun valuta asing harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Peserta Operasi Moneter
    1. Peserta Operasi Moneter adalah Bank.
    2. Persyaratan peserta Operasi Moneter adalah sebagai berikut:
      1. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS;
      2. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter;
      3. wajib memiliki rekening giro di Bank Indonesia; dan
      4. wajib memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS.
    3. Peserta Operasi Moneter wajib menyediakan dana di rekening giro di Bank Indonesia dan/atau surat berharga di rekening surat berharga di BI-SSSS yang mencukupi untuk memenuhi Kewajiban setelmen transaksi Operasi Moneter.
    4. Peserta Operasi Moneter melakukan transaksi Operasi Moneter untuk kepentingan diri sendiri.
  2. Lembaga Perantara
    1. Lembaga Perantara melakukan transaksi OPT untuk kepentingan peserta Operasi Moneter.
    2. Lembaga Perantara sebagaimana dimaksud pada huruf a terdiri dari:
      1. Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing; dan
      2. Pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai Dealer Utama.
    3. Pialang pasar modal hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam transaksi repo, transaksi reverse repo dan transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara outright.
    4. Persyaratan Lembaga Perantara adalah sebagai berikut :
      1. berstatus aktif sebagai Peserta BI-SSSS; dan
      2. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang.